Beranda | Artikel
Pentingnya Mempelajari Bahasa al-Quran - Syaikh Abdussalam Asy-Syuwaiir #NasehatUlama
Rabu, 6 Juli 2022

Yang pertama, bahwa at-Thufi atau Sulaiman Najmuddin at-Thufi dalam kitab al-Iksir berkata,

Sesungguhnya orang-orang dan para ahli tafsir ketika mempelajari kitab Allah ‘azza wa jalla dari banyak sisinya, mereka lupa mempelajari tujuan terbesar dalam al-Qur’an setelah tujuan menunjukkan eksistensi Allah ‘azza wa jalla dan keesaan-Nya, yaitu keajaiban tata bahasanya.” Maka wajib bagi seseorang untuk memberikan perhatian terhadap kitab ini, kitab Allah ‘azza wa jalla, dan memperhatikan sisi kebahasaannya.

Dan cara pertama yang bisa dilakukan seseorang adalah dengan mendalami pengetahuan tentang kata-kata sukar yang sulit dipahami (ghorib), ini yang pertama, dan tentu ini tidak harus runtut. Dan pengetahuan tentang kata-kata sukar yang sulit dipahami (ghorib) bisa didapatkan dengan membaca kitab-kitab bahasa dan syair orang-orang terdahulu, maka bacalah kitab-kitab terdahulu yang terdapat padanya kata-kata sukar (ghorib) sehingga Anda bisa mengerti sinonim dan maksud katanya. Mungkin ada kata yang sudah Anda ketahui, namun apabila kata tersebut ditemukan pada beberapa konteks, Anda akan lebih memahami maksudnya.

Adapun membaca kamus, iya, ini juga salah satu cara, namun menghafalkan kamus dan definisi-definisi kata sangatlah sulit, namun dengan membacalah Anda akan mendapatkan pengetahuan, jadi inilah masalah yang berhubungan dengan kata-kata sukar (ghorib), Anda harus mengerti arti kata sukar (ghorib) dan kosa-kata bahasa.

Sebagaimana telah saya katakan pada kalian bahwa imam asy-Syafi’i berkata, “Tidaklah mungkin seseorang bisa menguasai seluruh makna kata-kata sukar (ghorib).” Dan kita sudah membahas tentang kata-kata sukar (ghorib).

Yang kedua, Anda harus meng-i’rab kalimat dan maksud dari i’rab ini adalah tidak ada kekeliruan tata bahasa. Dan sungguh dahulu Abu Bakar ash-Shiddiq -semoga Allah meridai beliau- berkhutbah di hadapan kaum muslimin ketika dilantik menjadi khalifah. Beliau berkata, “Wahai kaum muslimin, i’rab-lah al-Qur’an.”

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah berkata demikian, kenapa? Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu berbicara kepada penutur asli bahasa Arab yang murni. Dan barulah orang-orang non-Arab datang di penghujung masa pemerintahan Abu Bakar. Bukankah Umar, setelah beliau ditusuk oleh Abu Lu’lu’ah al-Majusi, berkata kepada Ibnu Abbas, “Bukankah itu adalah orang yang dahulu kamu dan ayahmu perdebatkan tentang kedatangannya?” Yaitu tentang masuknya orang-orang non-Arab ke kota Madinah.

Umar berpendapat bahwa orang non-Arab tidak boleh masuk Madinah namun beliau mengikuti pendapat para sahabat (yang berpendapat) bolehnya orang-orang non-Arab masuk. Kemudian masuklah orang-orang non-Arab sehingga Abu Bakar berkata, “I’rab-lah al-Qur’an.”

Dan dahulu Abdullah bin Umar -semoga Allah meridai beliau berdua- memukul anaknya apabila keliru dalam tata bahasa al-Qur’an namun tidak memukulnya apabila tidak bisa menghafalnya. Inilah i’rab, memperhatikan ketepatan tata bahasa dalam kalimat. Diantara cara memahami i’rab adalah dengan memahami ilmu Nahwu meskipun sebagian orang mampu menerapkan tata bahasa dengan benar walaupun tidak mengerti nahwu secara keseluruhannya.

Saya mengenal orang Cina, atau berasal dari Cina namun hidup di Mekkah, dia berkata, “Wahai Abdussalaam, saya tidak memahami Nahwu kecuali hanya sedikit saja.” Tapi jika dia berkata kepada saya atau saya berbicara dengannya dengan bahasa Arab, dia tidak keliru tata bahasanya, dia seorang mahasiswa di sebuah universitas. Dia berkata, “Aku memperbanyak membaca al-Qur’an.” Ini perkataan dia, “Dan aku menyetorkan bacaanku di hadapan para syeikh.”

Dia membaca dengan suara keras dan ketika bahasa sudah ada di lisannya, didapatlah kemahiran bahasanya. Dan Anda tahu sebuah kisah, disebutkan bahwa al-Ashma’i ketika masuk ke semenanjung Arab untuk mempelajari bahasa Arab, ternyata pendapatannya tidak mencukupi, sehingga dia ingin mencukupi nafkah dengan mengajarkan al-Qur’an kepada manusia, kepada anak-anak. Ketika dia ingin mengajari mereka al-Qur’an, dia datang kepada seorang anak untuk mengajarinya. Dia mengajarinya surat al-Masad, dia berkata, “Ucapkanlah; ‘Bismillahirrahmanirrahim.`” Anak tersebut mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim.” (Ucapkan,) “Tabbat yadaa…” Anak itu mengucapkan, “Tabbat yadaan…” “Nak, ucapkan ‘Tabbat yadaa…`” “Tabbat yadaan…”
“Tabbat yadaa…!” Dia mengira anak ini sedang bermain-main. Anak ini mengucapkan, “Tabbat yadaan…”
Dia berkata, “Ucapkan; ‘Tabbat yadaa abi lahab‘” (QS. Al-Masad: 1) Anak itu baru mengucapkan, “Tabbat yadaa abi lahab…” (QS. Al-Masad: 1)

Seorang anak kecil lima tahun perkiraanya atau paling tua enam tahun, bagaimana lisannya tidak bisa salah dalam tata bahasa padahal dia tidak memahami Nahwu? Sebabnya adalah karena seringnya berbicara. Oleh sebab itulah dahulu orang-orang Arab tidak belajar Nahwu dan disebutkan bahwa orang pertama yang meletakkan kaidah-kaidah Nahwu adalah Ali -semoga Allah meridai beliau- atau Abu Aswad ad-Du’ali atas perintah Ali -semoga Allah meridai beliau- dan sebenarnya sama saja bahwa Ali -semoga Allah meridai beliau- memiliki peran dalam hal ini.

Dan maksudnya, bahwa banyaknya berbicara dengan bahasa Arab, banyak mendengarnya dan membacanya membuat seseorang tidak salah dalam masalah tata bahasa. Jadi, yang pertama, kita sudah membahas tentang kata-kata asing, dan kedua kita membahas tentang kesalahan tata bahasa, yaitu i’rab.

Inilah salah satu cara memahami ilmu Nahwu, dan ini bukan satu-satunya cara, namun kita harus meningkatkan frekuensi dalam berbicara, membaca di hadapan para guru dan membaca al-Qur’an.

Yang ketiga, memahami maksud-maksud sebuah kata.

Dan para ulama Ushul Fikih telah meletakkan banyak sekali kaidah-kaidah untuk memahami maksud-maksud sebuah kata, yaitu ilmu Balaghah atau menjadi salah satu pembahasan dalam pembahasan Balaghah. Oleh sebab itulah ulama Ushul Fikih membahas masalah Fahwul Khitab, Lahnul Khitab dan Dalilul Khitab. Mereka menjelaskan tentang manthuq (makna tersurat) dan mafhum (makna tersirat); mafhum al-muwafaqah dan mafhum al-mukhalafah. Dan makna tersirat berlawanan ada sepuluh macam atau lebih, ada mafhum ‘adad, mafhum mukhalafah al-‘adad, mafhum laqab, mafhum al-wasf, mafhum al-‘alam, dan seterusnya, mafhum as-syart, mafhum al-hasr, dan ini yang paling kuat, dan lain sebagainya.

Sehingga maksud-maksud kata ini dari mana Anda memahaminya? Dari memahami ilmu Balaghah, ini tentang maksud-maksud kata. Semua ini bisa Anda ketahui dari banyaknya kepahaman dan penjelasan yang Anda baca, maka membaca teks bahasa Arab itu teramat penting. Dan imam asy-Syafi’i -semoga Allah merahmati beliau- apa yang beliau lakukan pertama kali ketika menuntut ilmu? Beliau pergi ke kabilah Huzail, kabilah terkenal yang sekarang masih ada di pinggiran kota Mekkah.

Beliau tinggal bersama mereka untuk belajar bahasa Arab kepada mereka sehingga beliau menjadi orang yang paling paham bahasa Arab. Maka al-Baihaqi atau Abu Bakar al-Baihaqi mengarang sebuah kitab, yang sudah dicetak, yang beliau beri judul “Berhujah (berargumentasi) dengan Perkataan Imam asy-Syafi’i dalam Bahasa.

Karena perkataan asy-Syafi’i adalah hujah walaupun beliau hidup setelah masa kehujahan bahasa Arab, karena para ulama Nahwu berkata bahwa perkataan orang Arab yang berasal dari daerah perkotaan adalah hujah sampai pada tahun 100 hijriah, dan orang Arab yang berasal dari daerah pedalaman adalah hingga tahun 150 hijriah. Dan asy-Syafi’i wafat setelah masa itu, sepertinya pada tahun 204 hijriah atau beberapa tahun setelahnya. Maksud dari perkataan saya, bahwa banyaknya mendengar dan berbicara akan membangun bahasa Anda. Dan saya sampaikan ini tanpa saya ringkas karena, sangat disayangkan, kita mendengar bahwa sebagian orang tidak memberikan perhatian terhadap bahasa Arab, menyepelekannya dan enggan menghafal bait-bait syair padahal bait-bait syair banyak sekali manfaatnya. Ibnu Abbas -semoga Allah meridai mereka berdua- berkata, “Aku tidak paham maksud ayat ‘Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi.`” (QS. Fatir: 1) sampai ada dua orang arab badui berselisih di dekatku dan salah seorang dari mereka berkata kepada yang lainnya, ‘Aku yang membuatnya lebih dulu dari pada kamu.’ …” Maksudnya membelahnya.

“Kemudian aku paham bahwa maksud dari Pencipta langit dan bumi adalah yang membelah, yakni yang memisahkan keduanya.” Yakni dahulu keduanya adalah satu kesatuan kemudian Allah subhanahu wa ta’ala pisahkan keduanya. Maksud saya, bahwa memahami bahasa amatlah penting dan tingkat kepahaman tiap-tiap orang berbeda-beda. Oleh sebab itu banyak orang menyatakan, “Sungguh apabila aku melihat seseorang yang penampilannya membuat aku kagum, kemudian dia berbicara dengan tata bahasa yang salah, maka saat itu harga dirinya jatuh di hadapanku.”

Banyak saudara-saudara kita yang memiliki perhatian terhadap bahasa Arab berkata, “Apabila aku duduk dan mendengarkan ceramah di masjid, kemudian yang menyampaikan ceramah salah dalam tata bahasanya, aku merasa seperti didera dengan cambuk. Kemudian aku keluar karena tidak sanggup lagi duduk.” Lihatlah bagaimana kesalahan tata bahasa bisa menyakiti (membuat tidak nyaman) orang lain. Siapa sih di antara kita yang tidak pernah salah dalam tata bahasa (lahn)?

======================================================================================================

يَعْنِي أَوَّلُ الشَّيْءِ يَقُولُ الطُّوْفِيُّ أَوْ سُلَيْمَانُ نَجْمُ الدِّينِ الطُّوْفِيُّ فِي كِتَابِ الْإِكْسِيرِ يَقُولُ

إِنَّ النَّاسَ وَالْمُفَسِّرِينَ عِنْدَمَا نَظَرُوا فِي كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ نَحوَ مَنَاحِي شَتَّى وَأَغْفَلُوْا أَهَمَّ الْمَقْصُودِ لِلْقُرْآنِ بَعْدَ مَقْصُودِ الدِّلَالَةِ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَوْحِيدِهِ

وَهُوَ الإِعْجَازُ فِي بَلَاغَتِهِ فَيَجِبُ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يُعْنَى بِهَذَا الْكِتَابِ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالنَّظَرِ فِي لُغَتِهِ

أَوَّلُ وَسِيلَةٍ أَنَّ الْمَرْءَ يُعْنَى بِمَعْرِفَةِ الْغَرِيبِ أَوَّلُ الشَّيْءِ طَبْعًا لَيْسَ بِالتَّرْتِيبِ

وَمَعْرِفَةُ الْغَرِيبِ تَكُونُ بِالْقِرَاءةِ فِي كُتُبِ الْأَوَائِلِ مِنَ اللُّغَةِ وَالشِّعْرِ فَتَقْرَأُ فِي كُتُبِ الْأَوَائِلِ الَّتِي فِيهَا الْغَرِيبُ كَيْ تَعْرِفَ مُتَرَادِفَاتٍ وَتَعْرِفَ دِلَالَةَ اللَّفْظَةِ

فَإِنَّ اللَّفْظَ تَعْرِفُهَا وَلَكِنْ إِذَا جَاءَ سِيَاقُهَا فِي أَكْثَرَ مِنْ جُمْلَةٍ عَرَفْتَ مَا مَعْنَاهَا

أَمَّا رُجُوعُ الْمُعْجَامَاتِ نَعَمْ هُوَ الطَّرِيقُ لَكِنَّ الصَّعْبَ أَنْ تَحْفَظَ الْمُعْجَمَ أَوْ تَعْرِيفَاتٍ صَعْبٌ جِدًّا

لَكِنَّ الْقِرَاءَةَ هِيَ الَّتِي تُكْسِبُكَ الْمَعْرِفَةَ إِذَنْ هَذَا الْأَمْرُ يَتَعَلَّقُ بِالْغَرِيبِ أَنْ تَعْرِفَ الْغَرِيبَ وَأَلْفَاظَ اللُّغَةِ

كَمَا قَلْتُ لَكَ الشَّافِعِيُّ يَقُولُ لَا يُمْكِنُ أَنْ يُحِيطَ أحَدٌ حَتَّى بِغَرِيبِ اللُّغَةِ وَقَدْ تَكَلَّمْنَا عَنِ الْغَرِيبِ

الْأَمْرُ الثَّانِي أَنْ تُعْرِبَ الْكَلَامَ وَنَعْنِي بِالْإِعْرَابِ عَدَمَ اللَّحْنِ

وَقَدْ كَانَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُومُ فِي الْمُسْلِمِيْنَ خَطِيبًا لَمَّا وُلِيَ الْخِلَافَةَ فَيَقُولُ

أَيَّهَا الْمُسْلِمُونَ أَعْرِبُوا الْقُرْآنَ

لَمْ يَقُلْهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَاذَا ؟ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخَاطِبُ أَعْرَابًا أَقْحَاحًا

وَإِنَّمَا دَخَلَ الْأَعَاجِمُ فِي آخِرِ عَهْدِ أَبِي بَكْرٍ

أَلَمْ يَقُلْ عُمَرُ لَمَّا طُعِنَ مِنْ أَبِي لُؤْلُؤَةَ الْمَجُوسِيِّ لِابْنِ عَبَّاسٍ ذَاكَ الَّذِي كُنْتُمْ تُجَادِلُ أَنْتَ وَأَبُوكَ عَنْهُمْ وَهُوَ إِدْخَالُ الأَعَاجِمِ إِلَى الْمَدِينَةِ

فَكَانَ عُمَرُ يَرَى أَنْ لَا يَدْخُلَ الْأَعَاجِمُ الْمَدِينَةَ وَ لَكِنَّهُ رَضِيَ فِي قَوْلِ الصَّحَابَةِ فَدَخَلَ الْأَعَاجِمُ

فَدَخَلَ الْأَعَاجِمُ فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يَقُولُ أَعْرِبُوا الْقُرْآنَ

وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَضْرِبُ ابْنَهُ إِذَا تَرَكَ إِعْرَابَ الْقُرْآنِ وَلَا يَضْرِبُهُ عَلَى تَرْكِ الْحِفْظِ فَالْعِنَايَةُ بِإِعْرَابِ الْكَلَامِ الْإِعْرَابُ

مِنْ وَسَائِلِ الْمَعْرِفَةِ الْإِعْرَابِ مَعْرِفَةُ النَّحْوِ وَ لَكِن مِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْرِبُ وَلَا يَعْرِفُ مِنَ النَّحوِ إِلَّا بَعْضَهُ

وَأَعْرِفُ رَجُلًا صِيْنِيَّا أَوْ صِيْنِيَّ الْأَصْلِيَّ وَ يَعِيشُ فِي مَكَّةَ يَقُولُ يَا عَبْدَ السَّلَامِ لَا أَعْرِفُ مِنْ النَّحوِ شَيْئًا إِلَّا لِمَامًا

وَلَوْ كَلَّمْتَنِي بِالْعَرَبِيَّةِ وَكَلَّمْتُهُ لَا يَلْحَنُ وَهُوَ مِنْ طُلَّابِ الْجَامِعَةِ

يَقُولُ أَنَا أُكْثِرُ مِنْ قِرَاءةِ كِتَابِ اللهِ هَذَا كَلَامُهُ وَ أَقْرَأُ عَلَى الْمَشَايِخِ

يَقْرَأُ بِصَوْتٍ عَالٍ فَإِذَا تَكُونُ فِي لِسَانِهِ كَانَ لَهُ مَلَكَةٌ

وَأَنْتَ تَعْرِفُ الْقِصَّةَ الَّتِي قِيلَ إِنَّ… يَقُولُونَ إِنَّ الْأَصْمَعِيَّ لَمَّا جَاءَ إِلَى الْجَزِيرَةِ الْعَرَبِيَّةِ لِيَتَعَلَّمَ اللِّسَانَ الْعَرَبِيَّ

نَقَصَتْ نَفَقَتُهُ فَأَرَادَ أَنْ يَتَكَسَّبَ مِنْ تَعْلِيمِ النَّاسِ الْقُرْآنَ لِلصِّبْيَانِ فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يُعَلِّمَهُمُ الْقُرْآنَ جَاءَ لِلصَّبِيِّ يُعَلِّمُهُ

فَعَلَّمَهُ سُورَةَ الْمَسَدِ فَقَالَ لَهُ اِقْرَأْ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ قَالَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

تَبَّتْ يَدَا قَالَ الْوَلَدُ تَبَّتْ يَدَانِ

يَا وَلَدٌ تَبَّتْ يَدَا تَبَّتْ يَدَانِ تَبَّتْ يَدَا – وَظَنَّ أَنَّ الْوَلَدَ يَلْعَبُ

قَالَ تَبَّتْ يَدَانِ
قَالَ قُلْ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
المسد – الآية 1

قَالَ
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
المسد – الآية 1

صَبِيُّ عُمْرُهُ خَمْسُ سِتُّ سَنوَاتٍ عَلَى أَقْصَى التَّقْدِيرِ كَيْفَ لِسَانُهُ لَمْ يَسْتَطِعِ اللَّحْنَ مَعَ أَنَّهُ لَا يَعْرِفُ النَّحْوَ إِنَّمَا هُوَ مَعَ كَثْرَةِ الْكَلَامِ

وَلِذَلِكَ الْعَرَبُ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُمْ النَّحْوَ قِيلَ إِنَّ أَوَّلَ مَنْ وَضَعَ النَّحْوَ هُوَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَقِيلَ إِنَّهُ أَبُو الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيُّ بِأَمْرِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

وَالْمَعْنَى وَاحِدٌ فَإِنَّ لِعَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ دَوْرًا فِي ذَلِكَ

فَالْمَقْصُودُ أَنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ وَ كَثْرَةَ السَّمَاعِ وَالقِرَاءةَ بِهِ تَجْعَلُ الشَّخْصَ لَا يَلْحَنُ

إِذَنْ تَكَلَّمْنَا أَوَّلًا عَنِ الْغَرِيبِ وَتَكَلَّمْنَا ثَانِيًا عَنِ اللَّحْنِ وَهُوَ الْإِعْرَابُ

وَمِنْ وَسَائِلِ مَعْرِفَةِ النَّحْوِ وَلَيْسَ هُوَ الْوَسِيلَةَ الْوَحِيدَةَ وَلَكِنْ لَا بُدَّ أَنْ نُنَمَّى بِالْكَلَامِ وَبِالْقِرَاءةِ عَلَى الْمَشَايِخِ وَبِقِرَاءةِ الْقُرْآنِ

الْأَمْرُ الثَّالِثُ مَعْرِفَةُ دَلَائِلِ الْأَلْفَاظِ

وَالْأُصُولِيُّونَ ذَكَرُوْا مِنَ التَّقْعِيدِ فِي مَعْرِفَةِ دَلَائِلِ الْأَلْفَاظِ الشَّيْءَ الْكَثِيرَ الَّذِي هُوَ عِلْمُ الْبَلَاغَةِ أَوْ هُوَ جُزْءٌ مِنْ مَعْرِفَةِ الْبَلَاغَةِ

وَلِذَلِكَ الْأُصُولِيُّونَ تَكَلَّمُوْا عَنْ فَحْوَى الْخِطَابِ وَ لَحْنِ الْخِطَابِ وَدَلِيلِ الْخِطَابِ

وَتَكَلَّمُوا عَنِ الْمَنْطُوقِ وَالْمَفْهُومِ وَمَفْهُومِ الْمُوَافَقَةِ وَمَفْهُومِ الْمُخَالَفَةِ

وَمَفْهُومُ الْمُخَالَفَةِ عَشْرَةُ أَنْوَاعٍ أَوْ أَكْثَرَ مَفْهُومُ الْعَدَدِ مَفْهُومُ مُخَالَفَةِ الْعَدَدِ مَفْهُومُ اللَّقَبِ مَفْهُومُ الْوَصْفِ مَفْهُومُ الْعَلَمِ وَهَكَذَا

مَفْهُومُ الشَّرْطِ مَفْهُومُ الْحَصْرِ وَهُوَ أَقْوَاهَا وَهَكَذَا

إِذَنْ هَذِهِ الدَّلَائِلُ اللَّفْظِيَّةُ مِنْ أَيْنَ تَعْرِفُهَا؟ مِنْ مَعْرِفَةِ الْبَلَاغَةِ دَلَائِلُ الْأَلْفَاظِ

هَذِهِ تُعْرَفُ مِنَ الْفُهُومَاتِ وَالشُّرُوحَاتِ الَّتِي تُقْرَأُ فَالْقِرَاءَةُ بِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ مُهِمٌّ جِدًّ

وَالشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى فِي أَوَّلِ شَأْنِهِ مَاذَا كَانَ ؟ ذَهَبَ لِهُذَيْلٍ قَبِيلَةِ هُذَيْلٍ الْمَعْرُوفَةِ وَمَا زَالَتْ بِجَانِبِ مَكَّةَ

ذَهَبَ عِنْدَهُمْ وَتَعَلَّمَ اللِّسَانَ الْعَرَبِيَّ عِنْدَهُمْ فَكَانَ مِنْ أَعْلَمِ النَّاسِ بِلِسَانِ الْعَرَبِ

وَأَلَّفَ الْبَيْهَقِيُّ أَبُو بَكْرٍ الْبَيْهَقِيُّ كِتَابًا طُبِعَ سَمَّاهُ الْاِحْتِجَاجَ بالشَّافِعِيِّ فِي اللُّغَةِ

فَإِنَّ كَلَامَ الشَّافِعِيِّ حُجَّةٌ مَعَ أَنَّهُ جَاءَ بَعْدَ احْتِجَاجِ اللُّغَةِ

فَإِنَّ النَّحْوِيِّينَ يَقُولُونَ إِنَّ كَلَامَ الْعَرَبِ حُجَّةٌ إِنْ كَانُوا مِنْ أهْلِ الْأَمْصَارِ فَإِلَى سَنَةِ مِائِةِ مِنَ الْهِجْرَةِ

وَإِنْ كَانُوا مِنْ أَهْلِ الْبَوَادِي فَإِلَى سَنَةِ مِائِةِ وَ خَمْسِينَ

وَالشَّافِعِيُّ تُوُفِّيَ سَنَةَ بَعْدَ ذَلِكَ مِائِتَيْنِ وَأَرْبَعَةٍ أَظَنُّ أَوْ بَعْدَ ذَلِكَ

الْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا الْكَلَامِ أَنَّ كَثْرَةَ السَّمَاعِ وَكَثْرَةَ الكَلَامِ هِيَ الَّتِي تَجْعَلُ اللُّغَةَ

أَنَا أَقُولُ هَذَا مَا رَكَّزْتُ عَلَيْهِ لِأَنَّنَا نَسْمَعُ لِلْأَسَفِ مِنْ بَعْضِ النَّاسِ عَدَمَ عِنَايَةٍ بِاللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ

وَالْإِحْجَامَ عَنْهَا وَعَدَمَ حِفْظٍ بِأَبْيَاتِ الشِّعْرِ فَإِنَّ أَبْيَاتِ الشِّعْرِ مُفِيدَةٌ كَثِيرَةٌ جِدًّا

ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ لَمْ أَكُ أَعْرِفْ مَا مَعْنَى
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
فاطر – الآية 1

حَتَّى اخْتَصَمَ عِنْدِي أَعْرَبِيَّانِ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ أَنَا فَطَرْتُهَا قَبْلَكَ أَيْ شَقَقْتُهَا

فَعَرَفْتُ أَنَّ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَيْ شَاقُّهُ أَيْ شَاقُّهُمَا أَيْ كَانَتَا مُتَّصِلَتَيْنِ فَشَقَّهُمَا اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

فَالْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا أَنَّ مَعْرِفَةَ اللُّغَةِ مُهِمَّةٌ وَالنَّاسُ يَخْتَلِفُونَ بَيْنَ شَخْصٍ وَآخَرَ

وَلِذَلِكَ قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ إِنِّي لَأَرَى الرَّجُلَ فَتُعْجِبُنِي هَيْئَتُهُ فَإِذَا تَكَلَّمَ فَلَحَنَ سَقَطَ مِنْ عَيْنِي

كَثِيرٌ مِنَ الْإِخْوَانِ الَّذِي يُعْنَى بِالْعَرَبِيَّةِ يَقُولُ إِنْ أَجْلِسْ أَسْمَعُ الْكَلِمَةَ فِي الْمَسْجِدِ فَإِذَا لَحَنَ الَّذِي يُلْقِي الْكَلِمَةَ كَأَنِّي مَضْرُوبٌ بِالسِّيَاطِ

فَأَخْرُجُ مَا أَسْتَطِيعُ الْجُلُوسَ فَانْظُرْ كَيْفَ أَنَّ اللَّحْنَ يَعْنِي مُضِرٌّ فِي الْمَرْءِ
وَمَنْ مِنَّا لَايَلْحَنُ؟

 


Artikel asli: https://nasehat.net/pentingnya-mempelajari-bahasa-al-quran-syaikh-abdussalam-asy-syuwaiir-nasehatulama/